Teori-Teori Umum tentang Perilaku Menyimpang
Posted on Juni 22, 2008 by Safril
Teori-Teori Umum tentang Perilaku Menyimpang
Teori-teori umum tentang penyimpangan berusaha menjelaskan semua contoh penyimpangan sebanyak mungkin dalam bentuk apapun (misalnya kejahatan, gangguan mental, bunuh diri dan lain-lain). Berdasarkan perspektifnya penyimpangan ini dapat digolongkan dalam dua teori utama. Perpektif patologi sosial menyamakan masyarakat dengan suatu organisme biologis dan penyimpangan disamakan dengan kesakitan atau patologi dalam organisme itu, berlawanan dengan model pemikiran medis dari para psikolog dan psikiatris. Perspektif disorganisasi sosial memberikan pengertian pemyimpangan sebagai kegagalan fungsi lembaga-lembaga komunitas lokal. Masing-masing pandangan ini penting bagi tahap perkembangan teoritis dalam mengkaji penyimpangan.
Teori-Teori Sosiologi tentang Perilaku Menyimpang
Teori anomi adalah teori struktural tentang penyimpangan yang paling penting selama lebih dari lima puluh tahun. Teori anomi menempatkan ketidakseimbangan nilai dan norma dalam masyarakat sebagai penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan dari pada cara-cara yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu. Individu dan kelompok dalam masyarakat seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma masyarakat dalam waktu yang lama, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan. Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan karena ketidakseimbangan ini (misalnya orang-orang kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi penyimpangan daripada kelompok lainnya.
Teori sosiologi atau teori belajar memandang penyimpangan muncul dari konflik normatif di mana individu dan kelompok belajar norma-norma yang membolehkan penyimpangan dalam keadaan tertentu. Pembelajaran itu mungkin tidak kentara, misalnya saat orang belajar bahwa penyimpangan tidak mendapat hukuman. Tetapi pembelajaran itu bisa juga termasuk mangadopsi norma-norma dan nilai-nilai yang menetapkan penyimpangan diinginkan atau dibolehkan dalam keadaan tertentu. Teori Differential Association oleh Sutherland adalah teori belajar tentang penyimpangan yang paling terkenal. Walaupun teori ini dimaksudkan memberikan penjelasan umum tentang kejahatan, dapat juga diaplikasikan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Sebenarnya setiap teori sosiologis tentang penyimpangan mempunyai asumsi bahwa individu disosialisasikan untuk menjadi anggota kelompok atau masyarakat secara umum. Sebagian teori lebih menekankan proses belajar ini daripada teori lainnya, seperti beberapa teori yang akan dibahas pada Bab berikutnya.
Teori Labeling
Teori-teori umum tentang penyimpangan mencoba menjelaskan semua bentuk penyimpangan. Tetapi teori-teori terbatas lebih mempunyai lingkup penjelasan yang terbatas. Beberapa teori terbatas adalah untuk jenis penyimpangan tertentu saja, atau untuk bentuk substantif penyimpangan tertentu (seperti alkoholisme dan bunuh diri), atau dibatasi untuk menjelaskan tindakan menyimpang bukan perilaku menyimpang. Dalam bab ini perpektif-perpektif labeling, kontrol dan konflik adalah contoh-contoh teori-teori terbatas yang didiskusikan.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekuensi interaksi antara penyimpang dengan agen kontrol sosial. Teori ini memperkirakan bahwa pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpang. Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan pemberian stigma dan label, menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam mempertahankan diri dari pemberian label. Untuk masuk kembali ke dalam peran sosial konvensional yang tidak menyimpang adalah berbahaya dan individu merasa teralienasi. Menurut teori labeling, pemberian sanksi dan label yang dimaksudkan untuk mengontrol penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.
Teori Kontrol
Perspektif kontrol adalah perspektif yang terbatas untuk penjelasan delinkuensi dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah) cenderung melanggar hukum karena merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya. Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang.
Teori Konflik
Teori konflik adalah pendekatan terhadap penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan kepada kejahatan, walaupun banyak juga digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Ia adalah teori penjelasan norma, peraturan dan hukum daripada penjelasan perilaku yang dianggap melanggar peraturan. Peraturan datang dari individu dan kelompok yang mempunyai kekuasaan yang mempengaruhi dan memotong kebijakan publik melalui hukum. Kelompok-kelompok elit menggunakan pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses pelaksanaan sistem peradilan pidana. Norma sosial lainnya mengikuti pola berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat berkuasa membuat norma mereka menjadi dominan, misalnya norma yang menganjurkan hubungan heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras, menghindari bunuh diri karena alasan moral dan agama.
Homoseksualitas menyangkut orientasi dan perilaku seksual. Perilaku homoseksual adalah hubungan seks antara orang yang berjenis kelamin sama. Orientasi homoseksual adalah sikap atau perasaan ketertarikan seseorang pada orang lain dengan jenis kelamin yang sama untuk tujuan kepuasan seksual. Lebih banyak perilaku homoseksual dibandingkan orang yang memiliki orientasi homoseksual. Norma dan aturan hukum yang melarang homoseksualitas dianggap kuno, di mana opini masyarakat akhir-akhir ini lebih bisa menerima homoseksualitas.
Perkembangan suatu orientasi homoseksualitas terjadi dalam konteks biologis. Tetapi makna sesungguhnya dari orientasi tersebut berada dalam proses sosialisasi seksual dan penerimaan serta indentifikasi peran seks. Sosialisasi seksual adalah suatu proses yang kompleks yang dimulai dari belajar norma. Norma-norma seksual mengidentivikasi objek seksual, waktu, tempat dan situasi. Banyak kombinasi yang mungkin dapat terjadi dan termasuk terjadinya kesalahan dalam sosialisasi. Preferensi seksual terbentuk saat masa remaja, walaupun banyak juga para homoseksual yang menjadi homoseksual di usia yang lebih tua. Penerimaan identifas homoseksual terjadi setelah suatu proses peningkatan aktivitas homoseksual dan partisipasi dalam suatu subkebudayaan homoseksual atau komunikasi homoseksual. Secara sosiologis, seorang homoseksual adalah orang yang memiliki identitas homoseksual.
Homoseksualitas Perempuan (Lesbianisme)
Lesbianisme, sama dengan homoseksual pada laki-laki, terjadi melalui penerimaan orientasi seksual lesbian. Lesbian lebih cenderung membangun orientasi seksualnya dalam konteks hubungan pertemanan dengan perempuan lainnya. Hubungan seks antara lesbian, terjadi dalam konteks berjalannya hubungan sosial dengan perempuan lain. Hubungan antara para lesbian umumnya berlangsung dalam jangka waktu lama, bukan berarti para homoseks tidak membangun hubungan seperti ini. Namun lesbian lebih cenderung selektif dalam memilih pasangan seks dan tidak banyak terlibat dalam subkebudayaan lesbian. Karena lesbianisme ini lebih bersifat pribadi dan rahasia, para lesbian tidak banyak mendapat ancaman dari stigma sosial atau hukum. Perilaku dan orientasi seksual mereka tidak begitu nyata bagi orang lain. Dan karena alasan ini, para lesbian tidak banyak membutuhkan dukungan suasana subkebudayaan lesbian.
Senin, 22 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar