Selasa, 26 Mei 2009

MAKALAH PERKEMBANGAN EMOSI BAYI

PENDAHULUAN

Pada waktu lahir, emosi tampak dalam bentuk sederhana. Dengan bertambahnya usia, berbagai reaksi emosional menjadi kurang tersebar, kurang acak dan lebih terbedakan, dan reaksi emosional dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsangan.
Emosi anak dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu perkembangan anak pada usia 0 – 15 bulan, perkembangan anak usia 16-36 bulan, perkembangan anak usia 36 bulan hingga 6 tahun dan golongan yang terakhir adalah perkembangan anak usia 7-14 tahun.
Setiap aspek dalam tahap perkembangan bayi kecil Anda pasti amat menarik untuk diperhatikan. Entah itu saat dia mulai bisa tersenyum, tertawa, merangkak, duduk, berdiri, berespon ketika diajak bicara, ataupun menunjukkan kemampuan lain yang sesuai dengan tahapan perkembangannya. Tentunya, Anda pun ingin menjadi ?saksi pertama? atas seluruh kebisaannya itu.
Salah satu perbedaan yang terpenting dalam reaksi emosional meliputi dominasi emosi yang menyenangkan. Beberapa bayi mengalami lebih banyak emosi senang dari pada tidak senang, sedangkan bayi lain mengalami sebaliknya, bergantung terutama pada kondisi fisik dan kondisi-kondisi dalam lingkungan.
Untuk itu penulis mencoba menjelaskan dalam makalah ini tentang perkembangan emosi pada masa bayi. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan untuk menjadikan makalah ini lebih baik lagi penulis mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca semua, guna untuk masukan dan wejangan serta inspirasi bagi penulis untuk pembuatan makalah selanjutnya.
Untuk itu penulis mencoba menjelaskan dalam makalah ini tentang perkembangan emosi pada masa bayi. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan untuk menjadikan makalah ini lebih baik lagi penulis mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca semua, guna untuk masukan dan wejangan serta inspirasi bagi penulis untuk pembuatan makalah selanjutnya.


PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN EMOSI BAYI
Jangan salah, bayi pun bisa menunjukkan emosinya. Entah yang baik maupun tidak. Asalkan ditangani dengan baik, reaksi emosi yang jelek tak bakalan menetap hingga besar.
Sering, kan, melihat bayi menangis kala ia lapar. Sebelum diberikan susu, ia tak akan berhenti menangis, bahkan tambah keras. Tapi bila kebutuhannya segera dipenuhi, akan berhenti tangisnya.
Nah, menangis pada bayi, selain sebagai salah satu bentuk komunikasi prabicara untuk memberitahukan kebutuhan/keinginannya, juga untuk menunjukkan reaksi emosinya terhadap suatu keadaan yang tak menyenangkan. Reaksi emosi bayi yang demikian, menurut Dra. Dewi Mariana Thaib, sebetulnya masih wajar, karena si bayi bereaksi terhadap suatu keadaan yang tak menyenangkan, yaitu lapar. “Hanya saja, kalau reaksinya berlebihan, semisal menangis terus, meski sudah diberikan susu, berarti ada sesuatu pada dirinya. Apakah dia sakit atau ada suatu kelainan pada sarafnya,” terang psikolog dari RS Bunda, Jakarta ini.
Sangat penting bagi orang tua untuk mengetahui dan mengenal reaksi emosi bayinya. Sebab, reaksi emosinya ini akan berpengaruh pula nantinya pada kehidupan si anak, terutama pada penyesuaian pribadi dan sosialnya. “Di usia satu tahun pertama ini, bayi sedang beradaptasi dengan udara, makanan, dan lingkungan sekitarnya. Di usia ini pulalah emosinya mulai berkembang.” Itulah mengapa, orang tua harus memperhatikan betul kebutuhan fisik dan mentalnya, sampai sekecil apa pun. (http://keluargasehat.wordpress.com/2009/04/13)

A. Perkembangan Emosi Awal (bayi 0-15 bulan)
Terdapat dua ciri khusus dari emosi anak pada masa bayi. Pertama, emosi bayi sangat berbeda dengan emosi remaja dan orang dewasa, dan kadang-kadang dari anak-anak yang lebih tua. Emosi bayi misalnya, disertai oleh reaksi perilaku yang terlampau hebat bagi rangsangan yang menimbulkannya, terutama dalam hal marah dan takut. Emosi-emosi itu singkat saja tetapi kuat; sering muncul tetapi bersifat sementara dan berubah menjadi emosi lain kalau perhatian bayi dialihkan.
Kedua, emosi lebih mudah dibiasakan pada masa bayi dibandingkan pada periode-periode lain. Ini disebabkan karena terbatasnya kemampuan intelektual bayi sehingga mereka mudah dan cepat bereaksi terhadap rangsangan yang pada waktu lalu membangkitkan reaksi emosional. (http://wangmuba.com /2009/04/13)
Perbedaan-pernedaan dalam reaksi emosi mulai tampak dalam masa bayi dan dipengaruhi oleh sejumlah factor, terutama kondisi-kondisi fisik dan mental bayi pada saat munculnya rangsangan dan berhasil tidaknya memenuhi kebutuhannya. Apabila bayi pada waktu lalu, dihukum karena menarik, menggigit, merobek sesuatu, ia akan memuaskan rasa ingin tahunya dengan pendekatan tangan, hanya melihat benda dan menyentuhnya.
Salah satu perbedaan terpenting dalam raeksi emosional meliputi dominasi emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan. Beberapa bayi mengalami lebih banyak emosi senang daripada tidak senang, sedangkan bayi lain menagalami sebaliknya, tergantung terutama pada kondisi fisik dan kondisi-kondisi dalam lingkungan. Pada semua usia kuatnya emosi senang merupakan jaminan utnuk penyesuaian yang lebih baik daripada kuatnya emosi tidak senang. Terlebih pada masa bayi. Bayi yang mengalami banyak emosi senang melekatkan dasar-dasar utnuk penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang baik dan untuk pola-pola perilaku yang akan menimbulkan kebahagiaan. (Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya Psikologi Perkembangan)
Emosi asas (positif dan negatif) berkembang secara ‘gradual’ terutama dalam waktu enam bulan pertama dan selalu ditunjukkan melalui mimik muka dan ‘eye contact’. Pola emosional yang lazim pada bayi antara lain: (http://wangmuba.com /2009/04/13)
a. Gembira/senang
Ditunjukkan dengan mimik muka : senyum, pipi terangkat, mata berbentuk bulan sabit. Kegembiraan dirangsang oleh kesenangan fisik, pada bulan kedua atau ketiga, bayi bereaksi pada orang yang mengajaknya bercanda, menggelitik, mengamati, dan memperhatikannya. Mereka mengungkapkan rasa senangnya dengan tersenyum, tertawa, dan menggerakkan lengan serta kakinya. Bila rasa senang besar, bayi berdekut, berdeguk, atau bahkan berteriak dengan gembira, dan semua gerakn tubuhnya menjadi semakin intensif.
b. Afeksi
Setiap orang yang mengajak bayi bermain, mengurus kebutuhan jasmaninya, atau memperlihatkan afeksi akan merupakan perangsang untuk afeksi mereka. Kemudian, mainan dan hewan kesayangan keluarga mungkin juga menjadi objek cinta bagi mereka. Umumnya bayi mengungkapkan afeksinya dengan memeluk, menepuk, dan mencium barang atau orang yang dicintainya.
c. Minat atau rasa ingin tahu
Setiap permainan atau barang baru dan tidak biasa adalah perangsang untuk keingintahuannya, kecuali jika hal yang baru tersebut begitu tegas, sehingga menimbulkan ketakutan. Bila rasa takut berkurang, ia akan menggantikannya dengan rasa ingin tahu. Bayi mudah mengungkapkan keingintahuannya melalui ekspresi wajah-menegangkan otot muka, membuka mulut, dan menjulurkan lidah. Kemudian bayi akan menangkap barang yang membangkitkan rasa ingin tahunya tersebut, dengan memegang, membolak-balikkan, melempar, atau ,memasukkannya kedalam mulut.
d. Marah
Perangsang yang lazim membangkitkan kemarahan bayi adalah campur tangan terhadap gerakan-gerakan mencoba-cobanya, menghalangi keinginannya, tidka mengizinkan mengerti sendiri dan tidak memperkenankan melakukan apa yang bayi inginkan. Tanggapan marah mengambil bentuk menjerit, meronta-ronta, menendangkan kaki, mengibaskan tangan, dan memukul atau menendang apa saja yang ada didekatnya. Pada tahun kedua bayi dapat juga melonjak-lonjak, berguling-guling, dan menahan nafas.
e. Ketakutan
Perangsang yang paling mungkin membangkitkan ketakutan bayi adalah suara keras, orang, barang, situasi asing. Perangsang yang terjadi tiba-tiaba atau tidak terduga. Tanggapan rasa takut yang lazim pad abayi terdiri dari upaya menjauhkan diri dari perangsang yang menakutkan dengan merengek, menangis, dan menahan nafas.
Bayi antara 3 - 8 minggu sudah bisa tersenyum, perkembangan awal emosi positif Bayi 12- 20 minggu antara lain sebagai berikut:
a. Senyum pada wajah dan suara yang dikenali; senyum bila merasakan lingkungan sekitar dapat ‘dikuasai’, awal tersenyum..
b. Enam bulan pertama bayi masih belum mempunyai rasa sayang/ kasih pada sesuatu/seseorang.
c. Perasaan sayang mulai terbentuk ketika usia antara 7 hingga 9 bulan - melalui hubungan ikatan kasih sayang, sentuhan, belaian dengan orang yang paling mirip seperti ibu dan ayah, menunjukkan rasa tidak senang/takut dengan kehadiran ‘orang asing’.

B. Memahami Tahapan Perkembangan Sosial-Emosi Bayi
Walaupun setiap bayi memiliki keunikannya sendiri, namun pada umumnya, setiap bayi memiliki tahapan perkembangan emosi yang dapat diprediksi polanya. Diantaranya:(http://keluargasehat.wordpress.com /2009/04/12)
a. 0-3 bulan
Karena pada 3 bulan pertama ini bayi sepenuhnya bergantung pada Anda, maka kebutuhannya untuk mengatasi perasaan negatif yang dialaminya, seperti stres, takut, frustrasi dan lain sebagainya juga sepenuhnya berada pada tangan Anda. Pada saat ini, yang terpenting baginya adalah merasakan bahwa orangtuanya selalu ada untuknya, setiap kali ia membutuhkan. Dengan begitu, kepercayaannya terhadap Anda pun mulai terbentuk. Rene Brummage, pakar perkembangan anak mengatakan, ?Lingkungan anak memegang peranan yang penting dalam membentuk kepribadiannya. Lingkungan yang penuh kasih sayang akan mendorongnya memiliki emosi yang stabil. Sebaliknya, lingkungan yang penuh dengan tekanan akan membuatnya tumbuh dalam ketakutan.?
b. 3-6 bulan
Pada masa ini, bagian otak bayi yang membantunya mengatasi dan mengontrol emosi mulai tumbuh. Dia pun menikmati interaksi dengan orang lain dan menunjukkan minat yang sangat besar dalam melihat wajah orang lain. Para ahli meyakini, ekspresi dan aneka simbol yang ditunjukkan oleh wajah tak hanya dapat membantunya membangun hubungan dengan dunia tetapi juga dapat menolongnya membangun ikatan emosi yang kuat dengan orang-orang yang menyayanginya, terutama Anda orangtuanya. Dari setiap respon yang diberikan orang-orang dewasa di sekitarnya, ia belajar bahwa senyuman, tangisan, dan hal-hal lain yang dilakukannya dapat memberinya respon emosional balik.
c. 6-9 Bulan
Hillary Kruger MD, pakar perkembangan dan perilaku anak menambahkan, bayi pada periode ini sudah dapat mengetahui jika orangtuanya meninggalkan ruangan lalu kemudian mencarinya. Ketakutan dan ketidaksukaannya terhadap orang asing pung semakin kuat ditunjukkan (stranger anxiety), misalnya dengan menangis atau dengan berlindung pada Anda. Mereka juga sudah mulai menunjukkan penolakan terhadap sesuatu hal yang tidak disukai. Saat terbangun di malam hari, beberapa bayi pada usia ini berusaha mengatasi ketidaknyamanannya dengan memegang atau menggigit mainan yang disukai atau bahkan jarinya sendiri. Menginjak usia 8 bulan ke atas, bayi Anda mulai menyukai permaian petak umpet. Sembunyikanlah mainan kesukaannya di bawah selimut, dan lihatlah bagaimana ia berusaha untuk menemukannya.
d. 9-12 Bulan
Hillary mengatakan, mendekati usia satu tahun anak mulai menikmati permainan yang bersifat resiprokal (berbalasan), seperti menggelindingkan dan menangkap kembali bola. Sejalan dengan pertumbuhan fisiknya yang memungkinkan dia untuk bergerak lebih bebas ke sana-ke mari, ketertarikannya pun tumbuh semakin besar untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya. Menurut Hillary, hal itu biasanya ditunjukkannya dengan menunjuk suatu objek yang menarik agar orangtuanya pun ikut memberikan fokus dan perhatiannya.

C. CARA MENGHADAPI BAYI YANG EMOSIONAL
Menangani bayi yang memiliki karakter sulit memang perlu kesabaran ekstra. Ada beberapa trik untuk menghadapinya. Namun pada intinya cara-cara ini adalah untuk memenuhi kebutuhan emosinya, kenyamanan dan keamanannya. (http://menantibuahhati.multiply.com /2009/04/13)
a. Berikan pelukan dan belaian sayang.
Namun, cermati dulu penyebab tangis sang bayi. Bila ia menangis lantaran popoknya yang basah, ia tentu tidak perlu pelukan. Yang ia butuhkan adalah kita mengganti popok basah tersebut dengan popok kering. Nah, bila ia menangis lantaran bosan atau mengantuk, pelukan dan belaian sayang mampu menimbulkan rasa aman dan nyaman padanya. Dengan kata lain, pelukan dan belaian memang dibutuhkan bayi.
b. Lebih peka akan kebutuhan bayi.
Orangtua hendaknya lebih peka akan kebutuhan bayi. Perhatian yang tulus dan pemahaman kita akan kebutuhan bayi, akan mampu mengendalikan emosi bayi agar tidak berlebihan. Bila kebutuhannya telah terpenuhi, niscaya bayi akan menjadi lebih tenang.


c. Mengalihkan perhatian.
Ketika bayi sedang meledak-ledak emosinya, cobalah untuk mengalihkan perhatian. Umpama, dengan mengajaknya melakukan aktivitas yang dapat menarik perhatiannya, mengajak bayi bermain umumnya akan berhasil merebut perhatiannya. Bila emosinya sudah mereda, berikan pelukan sayang yang menenangkan hatinya.
d. Bermain cermin.
Permainan ini dapat dikenalkan pada bayi usia 6 bulan ke atas. Melalui permainan ini bayi dapat mengenal beragam emosi. Seperti tertawa, menangis, marah, dan lainnya. Perlihatkan beragam mimik tersebut padanya dan sampaikan bahwa ia tak perlu berteriak-teriak atau menangis dengan meronta-ronta (tunjukkan wajah yang tengah seperti orang menangis kejer) karena itu tidak baik.
e. Membaca buku atau mendongeng.
Melalui dongeng, setidaknya kita dapat menyampaikan pesan moral yang dapat terekam dalam memorinya. Pilihkan tema tentang perilaku yang baik dan tidak baik. Contoh, si Srigala yang suka berteriak-teriak sehingga dijauhi teman-temannya.


PENUTUP
A. Kesimpulan
Sangat penting bagi orang tua untuk mengetahui dan mengenal reaksi emosi bayinya. Sebab, reaksi emosinya ini akan berpengaruh pula nantinya pada kehidupan si anak, terutama pada penyesuaian pribadi dan sosialnya. “Di usia satu tahun pertama ini, bayi sedang beradaptasi dengan udara, makanan, dan lingkungan sekitarnya.
Reaksi emosional bayi berbeda terhadap beberapa rangsangan tertentu yang berlainan, bergantung sebagian besar pada pengalaman lalunya, Perbedaan-perbedaan dalam reaksi emosi mulai tampak dalam masa bayi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, terutama kondisi-kondisi fisik dan mental bayi pada saat munculnya rangsangan dan berhasil tidaknya rekasi yang prnah diberikan sebelumnya dalam memenuhi kebutuhannya.
Memahami Tahapan Perkembangan Sosial-Emosi Bayi
a. 0-3 bulan
b. 3-6 bulan
c. 6-9 Bulan
d. 9-12 Bulan
Cara Menghadapi Bayi Yang Emosional
a. Berikan pelukan dan belaian sayang.
b. Lebih peka akan kebutuhan bayi.
c. Mengalihkan perhatian.
d. Bermain cermin.
e. Membaca buku atau mendongeng.

B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dan untuk menjadikan makalah ini lebih baik lagi sebelumnya, penulis mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca semua, guna untuk masukan dan wejangan serta inspirasi bagi penulis untuk pembuatan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan), Penerbit Erlangga; Jakarta, 1980
http://keluargasehat.wordpress.com /2009/04/13/perkembangan-emosi-bayi
http://wangmuba.com /2009/04/12/perkembangan-emosi-anak/
http://keluargasehat.wordpress.com /2009/04/13/emosi-bayi
http://menantibuahhati.multiply.com /2009/04/13/ cara-cara menghadapi bayi emosional

MAKALAH PERKEMBANGAN FISIK PADA MASA REMAJA

PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN FISIK PADA MASA REMAJA

A. Definisi Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam http://rumahbelajarpsikologi.com /2009/05/23/remaja.). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence). (http://rumahbelajarpsikologi.com /2009/05/23/remaja
Dalam berbagai buku psikologi terdapat perbedaan pendapat tentang remaja namun pada intinya mempunyai pengertian yang hampir sama. Penggunaan istilah untuk menyebutkan masa peralihan masa anak dengan dewasa, ada yang menggunakan istilah puberty (inggris) puberteit (Belanda), pubertasi (latin), yang berarti kedewasaan yang dilandasi sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian dan keperempuanan. Ada pula yang menyebutkan istilah adulescento (latin) yaitu masa muda. Istilah pubercense yang berasal dari kata pubis yang dimaksud dengan pubishair atau mulai tumbuhnya rambut di sekitar kemaluan.
Istilah yang dipakai di Indonesia para ahli psikologi juga bermacam-macam pendapat tentang definisi remaja. Disini dapat diajukan batasan remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Menurut Sarlito (1991), tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai suku, adat dan tingkatan sosial ekonomi, maupun pendidikan. Sebagai pedoman umum remaja di Indonesia dapat digunakan batasan usia 11 – 24 tahun dan belum menikah.(Sunarto : 1998 : 56)


Batasan usia 11 – 24 tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik)
2. Usia 11 tahun dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai masa akhir balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga mereka tidak diperlakukan sebagai anak-anak. (kriteria sosial ).
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda – tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas (ego identity), tercapainya fase genital dari perkembangan kognitif maupun moral.
4. Batas usia 24 merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka kriteria sampai pada usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang lain, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara tradisi)
5. Status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Seorang kriteria sudah menikah diusia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa.
Batasan usia diatas adalah sebagian pendapat dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi, pendapat lain tentang batasan usia remaja dikemukakan oleh Hurlock (1964) bahwa batasan usia remaja itu antara 13 sampai 21 tahun, yang terbagi menjadi dua yaitu ; remaja awal usia 13 – 14 tahun, dan remaja akhir usia 17 – 21 tahun.








B. Perubahan Fisik Selama Masa Remaja
Dalam masa remaja, penampilan anak berubah sebagai hasil peristiwa pubertas yang hormonal, mereka mengambil bentuk tubuh orang dewasa. Pikiran mereka juga berubah dengan artian mereka lebih dapat berpikir abstrak dan hipotesis, perasaan mereka berubah hampir terhadap segala hal, semua bidang cakupan perkembangan sebagai seorang remaja menghadapi tugas utama mereka, membangun identitas termasuk identitas seksual yang akan terus mereka bawa sampai masa dewasa.
Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. (papalia, diane E.,et. al. human development, psikologi perkembangan hal ; 529 )
Dengan berkurangnya perubahan fisik kecanggungan pada masa puber dan awal masa remaja pada umunya menghilang, karena remaja yang lebih besar sudah mempunyai waktu tertentu untuk mengawasi tubuhnya yang bertambah besar. Mereka juga terdorong untuk menggunakan kekuatan yang diperoleh dan selanjutnya merupakan bantuan untuk mengatasi kecanggungan yang timbul kemudian.
Karena kekuatan mengikuti pertumbuhan otot, anak laki-laki pada umumnya menunjukkan kekuatan yang terbesar pada usia 14 tahun, sedangkan anak perempuan menunjukkan kemajuan pada usia ini dan kemudian ditinggalkan karena perubahan minat lebih dari pada kurangnya kemampuan.
Perubahan fisik selama masa remaja dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Perubahan Eksternal
Perubahan yang terjadi dan dapat dilihat pada fisik luar anak. Perubahan tersebut ialah:
a. Tinggi Badan
Rata-rata anak perempuan mencapai tinggi matang pada usia antara tujuh belas dan delapan belas tahun, rata-rata anak laki-laki kira-kira setahun setelahnya.
Perubahan tinggi badan remaja dipengaruhi asupan makanan yang diberikan, pada anak yang diberikan imunisasi pada masa bayi cenderung lebih tinggi dari pada anak yang tidak mendapatkan imunisasi. Anak yang tidak diberikan imunisasi lebih banyak menderita sakit sehingga pertumbuhannya terhambat.
b. Berat Badan
Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan perubahan tinggi badan, perubahan berat badan terjadi akibat penyebaran lemak pada bagian-bagian tubuh yang hanya mengandung sedikit lemak atau bahkan tidak mengandung lemak.
Ketidak seimbangan perubahan tinggi badan dengan berat badan menimbulkan ketidak idealan badan anak, jika perubahan tinggi badan lebih cepat dari berat badan, maka bentuk tubuh anak menjadi jangkung (tinggi kurus), sedangkan jika perubahan berat badan lebih cepat dari perubahan tinggi badan, maka bentuk tubuh anak menjadi gemuk gilik / gembrot (gemuk pendek).
c. Proporsi Tubuh
Berbagai anggota tubuh lambat laun, mencapai perbandingan yang tubuh yang baik. Misalnya badan melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu pandang.
d. Organ Seks
Baik laki-laki maupun perempuan organ seks mengalami ukuran matang pada akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kemudian.
e. Ciri – ciri Seks Sekunder
Ciri-ciri seks sekunder yang utama, perkembangannya matang pada masa akhir masa remaja. Ciri sekunder tersebut antara lain ditandai dengan tumbunya kumis dan jakun pada laki-laki sedangkan pada wanita ditanda dengan membesarnya payudara.
2. Perubahan Internal
Perubahan yang terjadi dalam organ dalam tubuh remaja dan tidak tampak dari luar. Perubahan ini nantinya sangat mempengaruhi kepribadian remaja. Perubahan tersebut adalah:

a. Sistem Pencernaan
Perut menjadi lebih panjang dan tidak lagi terlampau berbentuk pipa, usus bertambah panjang dan bertambah besar, otot-oto di perut dan dinding-dinding usus menjadi lebih tebal dan kuat, hati bertambah berat dan kerongkongan bertambah panjang.
b. Sistem Peredaran Darah
Jantung tumbuh pesat selama masa remaja, pada usia tujuh belas atau delapan belas, beratnya dua belas kali berat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah matang.
c. Sistem Pernafasan
Kapasitas paru-paru anak perempuan hampir matang pada usia tujuh belas tahun ; anak laki-laki mencapai tingkat kematangan baru beberapa tahun kemudian.
d. Sistem Endokrin
Kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber menyebabkan ketidak seimbangan sementara dari seluruh system endokrin pada masa awal puber. Kelenjar-kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun belum mencapai ukuran yang matang sampai akhir masa remaja atau awal masa dewasa
e. Jaringan Tubuh
Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia delapan belas tahun. Jaringan selain tulang, khususnya bagi perkembangan otot, terus berkembang sampai tulang mencapai ukuran yang matang.







C. Kondisi – Kondisi yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik Remaja
Pertumbuhan fisik erat hubungannya dengan kondisi remaja. Kondisi yang baik berdampak baik pada pertumbuhan fisik remaja, demikian pula sebaliknya.
Adapun kondisi-kondisi yang mempengaruhi sebagai berikut:
1. Pengaruh Keluarga
Pengaruh keluarga meliputi faktor keturunan maupun faktor lingkungan. Karena faktor keturunan seorang anak dapat lebih tinggi atau panjang dari anak lainnya, sehingga ia lebih berat tubuhnya, jika ayah dan ibunya atau kakeknya tinggi dan panjang.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa dari orang tuanya. Lingkungan juga dapat memberikan pengaruh pada remaja sedemikian rupa sehingga menghambat atau mempercepat potensi untuk pertumbuhan dimasa remaja.
3. Pengaruh Gizi
Anak yang mendapatkan gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat mencapai taraf dewasa dibadingkan dengan mereka yang tidak mendapatkan gizi cukup.
4. Gangguan Emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenal yang berlebihan dan ini akan membawa akibat berkurangnya pembentukan hormon pertumbuhan di kelenjar pituitary. Bila terjadi hal demikian pertumbuhan awal remajanya terhambat dan tidak tercapai berat tubuh yang seharusnya.
5. Jenis Kelamin
Anak laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dari pada anak perempuan, kecuali pada usia 12 – 15 tahun. Anak perempuan baisanya akan sedikit lebih tinggi dan lebih berat dari pada laki-laki-laki. Hal ini terjadi karena bentuk tulang dan otot pada anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak perempuan lebih cepat kematangannya dari pada laki-laki .
6. Status Sosial Ekonomi
Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah, cenderung lebih kecil dari pada anak yang bersal dari keluarga dengan tingkat ekonomi yang tinggi.
7. Kesehatan
Kesehatan amat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik remaja. Remaja yang berbadan sehat dan jarang sakit, biasanya memiliki tubuh yang lebih tinggi dan berat dibanding yang sering sakit.
8. Pengaruh Bentuk Tubuh
Perubahan psikologis muncul antara lain disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik. Diantara perubahan fisik yang sangat berpengaruh adalah; pertumbuhan tubuh (badan makin panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada perempuan dan "mimpi pertama" pada anak laki-laki ), dan tanda-tanda kelamin kedua yang tumbuh.














PENUTUP

a. Kesimpulan
Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan fisik remaja tersebut bukan saja menyangkut bertambahnya ukuran tubuh dan berubahnya proporsi tubuh, melainkan juga meliputi perubahan ciri-ciri yang terdapat pada kelamin utama dan kedua. Baik laki-laki maupun perempuan perubahan fisik mengikuti urutan-urutan tertentu.
Kondisi yang mempengaruhi perkembangan remaja adalah ; pengaruh keluarga, pengaruh gizi, gangguan emosional, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kesehatan, dan pengaruh bentuk tubuh. Disamping itu pengaruh lingkungan juga mempengaruhi perkembangan fisik remaja.

b. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang kita harapkan, maka dari pada itu penulis butuh kritikan dan saran dari ibu dosen pembimbing kita dan bagi teman-teman yang membacanya, yang sifatnya membanggun, demi kesempurnaannya kedepan.













DAFTAR PUSTAKA

Desmita ( 2006 ) Psykologi Perkembangan. Bandung. Rosdakarya
Sobur. Alex ( 2003 ) Psykologi Umum. Bandung. Pustaka Setia
Hurlock B Elizabeth ( 1980 ) Developmental Psychology. New York. Mc.Graw Hill Book Company. Inc
Sunarto. Ny. Hartono Agung ( 1999 ) Perkembangan Peserta Didik. Jakarta. Rineka Cipta
http://rumahbelajarpsikologi.com /2009/05/23/remaja.

Rabu, 20 Mei 2009

Perhitungan Jam Konselor Sekolah

Perhitungan 24 Jam /perminggu Konselor Sekolah
Pelayanan konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual dan atau kelompok, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.
Dalam pratik penyelenggaraan di sekolah banyak kendala yang dihadapi; apalagi dengan adanya tuntutan sertifikasi bagi konselor sekolah, permasalahan yang sering dihadapi diantaranya banyak konselor sekolah yang masih belum menyetahui tentang bagaimana sebenarnya perhitungan jam bagi konselor sekolah dengan beban perminggu 24 jam pelajaran sementara untuk guru Mata Pelajaran jelas, mereka harus mengajar sebanyak 24 jam pelajaran/minggu lalu bagaimana dengan konselor sekolah?
Ada beberapa hal yang harus diketahui oleh konselor sekolah berkenaan dengan penyelenggaraan BK di Sekolah diantaranya :
1. Kegiatan pelayanan konseling dapat dilaksanakan di dalam atau di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah. Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran maksimum 50 %.
2. Pelayanan konseling dilaksanakan dalam empat bidang Bidang Pelayanan Konseling
•Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
•Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.
•Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
•Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
3. Keempat bidang Pelayanan Konseling tersebut diselenggarakan didalam 9 (sembilan) Jenis Layanan Konseling dan enam kegiatan pendukung;
Sembilan jenis layanan tersebut adalah:
a) Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
b) Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
c) Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
d) Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
e) Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.
f) Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
g) Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
h) Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
i) Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarpeserta didik.
Enam kegiatan pendukung tersebut adalah:
a. Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
b. Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.
c. Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.
d. Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.
e. Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan diri, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.
f. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.
4. Satu kali penyelenggaraan salah satu layanan konseling ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran;contohnya :
•Seorang konselor sekolah meyelenggarakan layanan konseling perorangan dengan salah satu siswa yang diselenggarakan diluar maupun didalam jam sekolah nilainya sama dengan 2 jam pelajaran walaupun didalam penyelenggaraan konseling perorangan tersebut hingga 3 jam nyata;
•Konselor sekolah menyelenggarakan satu kali bimbingan kelompok terhadap 10 orang siswa dinilai ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran;
•Konselor sekolah menyelenggarakan layanan informasi dengan topik misalnya ”peningkatan motivasi belajar siswa” terhadap siswa kelas XI. ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran.
•Pengadministrasian AUM umum atau PTSDL atau sosiometri kepada siswa kelas X dinilai ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran.
Dengan syarat pemberian layanan dilengkapi dengan Satuan Layanan (SATLAN) atau SATKUNG ) dan Penilaian Segera (Laiseg) (harus tertulis).
•Dengan katalain 2 jam pelajaran yang dimaksud bukan berarti 2 jam pelajaran melakukan pelayanan. Melainkan satu kali pelayanan ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran.
•Kesalah pahaman yang muncul misalnya untuk mendapat 24 jam pembelajaran Konselor sekolah harus masuk kelas sebanyak 24 kali dalam satu minggu karena biasanya waktu yang disediakan sekolah hanya 1 jam pelajaran tiap kelas satu minggu, hal itu dianggap tidak mungkin jika dihubungkan dengan 150 orang siswa asuh. 150 orang siswa asuh biasanya 4 kelas; artinya kalu masuk keempat kelas tersebut konselor Cuma memiliki 4 jam pembelajaran satu minggu; untuk mencukupi itu harus masuk 6 kali tiap kelas dalam satu minggu dan itu dipandang tidak mungkin; sehingga muncul pertanyaan kalau 150 orang 18 jam pembelajaran berapa orang siswa untuk 24 jam pembelajaran??.
•Sekali lagi ditegaskan bahwa satu kali layanan ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran dan konselor sekolah dapat menyelenggarakan Kegiatan pelayanan konseling di dalam atau di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah. Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran maksimum 50 %.
•150 orang siswa adalah lahan yang bisa digarap konselor sekolah untuk penyelenggaraan pelayanan konseling: artinya untuk mendapatkan 24 jam pembelajaran sangat mudah: misalnya dengan melakukan konseling perorangan kepada 12 orang siswa dalam waktu satu minggu artinya hal tersebut sudah bernilai 24 jam pembelajaran. Atau dengan menyelenggarakan 12 kali bimbingan kelompok juga bernilai 24 jam pembelajaran. Sekali lagi ditegaskan harus dilengkapi Dengan syarat pemberian layanan dilengkapi dengan Satuan Layanan (SATLAN) atau SATKUNG ) dan Penilaian Segera (Laiseg) (harus tertulis).

Proses Konseling dan Psikoterapi

Proses Konseling dan Psikoterapi
Terdapat tujuh langkah proses konseling dan psikoterapi yang dijelaskan dalam Brammer and Shostrom (1982), yaitu:
1. Tahap 1: membangkitkan minat dan membahas perlunya bantuan pada diri klien
Tujuan tahap ini adalah memungkinkan klien mengemukakan masalahnya dan mengetahui sejauh mana klien menyadari perlunya bantuan dan menyiapkan dirinya dalam proses konseling. Strategi yang dapat digunakan: menyambut klien dengan hangat, membantu klien menjelaskan inti masalah yang dialaminya
2. Tahap 2: membina hubungan
Tujuan dari tahap ini adalah membangun suatu hubungan yang ditandai oleh adanya kepercayaan klien atas dasar kejujuran dan keterbukaan. Suksesnya konseling ditentukan oleh: keahlian, kemenarikan dan layak untuk dipercayai.
3. Tahap 3: menetapkan tujuan konseling dan menjelajahhi berbagai alternative yang ada
Tujuan dari tahap ini adalah membahas bersama klien apa yang diinginkannya dalam proses konseling. Klien diajak untuk merumuskan tujuan berkaitan dengan permasalahannya.
4. Tahap 4: bekerja dengan masalah dan tujuan
Tujuan dari tahap ini adalah ditentukan oleh masalah klien, pendekatan dan teori yang digunakan konselor, keinginan klien dan gaya komunikasi yang dibangun oleh keduanya. Beberapa kegiatan dalam tahap ini: klarifikasi sifat dasar masalah dan memilih strategi, proses problem solving, penyelidikan perasaan klien lebih jauh, nilai dan batas pengekspresian perasaan, mengekpresikan perasaan dalam model aktualisasi.
5. Membangkitkan kesadaran klien untuk berubah
Pada tahap kelima ini hal yang penting konselor mulai bekerja dari pembahasan perasaan sampai memiliki kesadaran, hal ini bertujuan untuk membantu klien memperoleh kesadaran yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan mereka selama mengikuti proses konseling.
6. Perencanaan dan kegiatan
Tujuannya adalah membantu klien untuk menempatkan ide-ide dan kesadaran baru yang ditemukan ke dalam tindakan kehidupan sesungguhnya dalam rangka mengaktualisasikan model.
7. Evaluasi hasil dan mengakhiri konseling
Kriteria utama keberhasilan konseling dan indikator kunci mengakhiri proses konseling dan terapi adalah sejauh mana klien mencapai tujuan konseling.

Readiness and Diagnosis in Counseling and Psikoterapy

Readiness and Diagnosis in Counseling and Psikoterapy
Kesiapan dalam proses konseling sedikit banyak dapat dipahami hampir sama dengan konsep pembejaran pada umumnya. Artinya dalam proses pembelajaran baik pendidik maupun peserta didik kedua-duanya sama-sama mempersiapkan diri sebelum proses menjalani pembelajaran tersebut. Dalam penyelenggaraan konseling ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kesiapan konselor diantaranya; kemampuan/ kekuatan konsep dan keterbukaan dalam memberikan/ menerima informasi tentang diri sendiri. Metode dalam mempersiapkan klien: membicarakan/ mendiskusikan pentingnya pelaksanaan proses konseling berkaitan dengan permasalahan yang dialami klien, memotivasi klien untuk mencari/ menghubungi lembaga/ agen yang dapat memberikan bantuan secara khusus berkaitan dengan permasalahan yang dialami, melakukan referral/ alih tangan kasus ketika permasalahan yang dihadapi membutuhkan bantuan ahli secara spesifik, memberikan informasi yang berkaitan dengan permasalahan klien, memotivasi klien untuk mengikuti proses “pendidikan” secara khusus dan intensif berkaitan dengan permasalahannya.
Dalam duni kedokteran diagnosis berarti menemukan hipotesa dari gejala-gejala yang teramati, tidak jauh berbeda dengan pemahaman tersebut, diagnosis dalam konseling bertujuan untuk membuat hipotesa sementara mengenai permasalahan yang dialami klien. Hal ini dapat diamati melalui perilaku, ungkapan, penjelasan klien terhadap permasalahan yang dialami. Dengan hipotesa, konselor dapat lebih mudah menjelajahi klien sehingga menemukan teknik/ metoda yang tepat dalam mengentaskan permasalahan klien dan mengarahkan kemandirikan klien.

Hambatan-hambatan dalam Mewujudkan Hubungan dalam Konseling

Hambatan-hambatan dalam Mewujudkan Hubungan dalam Konseling

Ada beberapa hal yang menjadi penghambat dalam dalam Mewujudkan Hubungan dalam Konseling diantaranya:
Transference; mengacu kepada perasaan apapun yang dinyatakan atau dirasakan klien (cinta, benci, marah, ketergantungan) terhada konselor, baik berupa reaksi rasional terhadap kepribadian konselor ataupun proyeksi terhadap tingkah laku awal dan sikap-sikap selanjutnya konselor. Penyebab terjadinya transference adalah konselor mampu memahami klien lebih dari klien memahami diri mereka sendiri dan dikarenakan konselor mampu bersifat ramah dan secara emosional bersifat hangat. Jenis transference: positif (proyeksi perasaan bersifat kasih sayang, cinta, ketergantungan) dan negative (proyeksi rasa permusuhan dan penyerangan). Sumber perpindahan perasaan: 1) pengalaman-pengalaman masa lalu klien yang mengalami kegagalan dalam perkembangan yang diistilahkan Gestal dengan situasi yang tak terselesaikan, klien membawa berbagai alat manipulasi lingkungan, tetapi cenderung kurang memiliki dukungan dari diri sendiri yang merupakan suatu kualitas penting untuk bertahan. 2) Klien merasa takut akan penolakan dan ketidakpercayaan, hal ini merupakan bentuk perlawanan, sehingga klien memanipulasi konselornya dengan memakai topeng seolah-olah dia orang yang baik. Fungsi transference: membantu hubungan denganmemberikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan yang menyimpang, mempromosikan atau meningkatkan rasa percaya diri klien, mebuat klien menjadi sadar tentang pentingnya dan asal dari perasaan ini pada kehidupan mereka di masa sekarang melalui intepretasi perasaan tersebut.
Countertranference; reaksi emosional dan proyeksi dari konselor kepada klien yang sudah menjadi makna standar dalam konseling dan psikoterapi. Sumber pemindahbalikan perasaan: a) konselor tidak mampu menyelesaikan masalah pribadi, b) tekanan situasi, proses konseling dari awal, proses dan pertemuan-pertemuan selanjutnya banyak hal yang ditemui konselor dari klien, c) komunikasi perasaan klien kepada konselor. Tanda-tanda perasaan pemindah balik: tidak memperhatikan pernyataan klien dengan jelas, menolak kehadiran kecemasan, menjadi simpatik dan empatik berlebihan, mengabaikan perasaan klien, tidak mampu mengidentifikasi perasaan klien, membuka kecenderungan beragumentasi dengan klien, kepedulian yang berlebihan, bekerja terlalu keras dan melelahkan, erasaan terpaksa dan kewajiban terhadap klien, perasaan menilai klien baik/ tidak baik. Pengontolan/ tindakan yang dapat dilakukan konselor dalam countertranference: supervisor, diskusi dengan klien, perkembangan konselor, kelompok konseling/ terapi, analisis model dan video type.
Resistensi; perlawanan terhadap usaha mengubah hal yang tidak disadari menjadi hal yang disadari serta mobilisasi fungsi-fungsi penindasan (represif) dan perlindungan (protektif) ego. Sumber resistensi: internal (kekhawatiran pertumbuhan dan ketidakmauan untuk mendiri), eksternal (akibat dari teknik yang digunakan kurang tepat, kurangnya persiapan yang semestinya), campuran (kelelahan, penyakit, kelelahan mental, hambatan bahas asing, psikosis. Fungsi Positif resistensi: memberikan indikasi kemajuan wawancara secara umum dan menjadi landasan bagi perumusan diagnose dan prognosa dan petunjuk mengenai struktur defensive klien yang menimbulkan, atau sebagai informasi bagi konselor bahwa klien mau meneliti perasaan saat itu.

Konseling Psikoanalisis Klasik (Sigmund Freud)

Konseling Psikoanalisis Klasik (Sigmund Freud)
1. Hakekat Manusia Menurut Freud
• Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini
• Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan keinginan
• Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang
• Manusia didorong oleh dorongan seksual agresif
• Perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi.
2.Perkembangan Kepribadian
•Struktur keperibadian
1) Id, adalah sistem keperibadian yang asli yang ada semenjak individu lahir. Id berisikan semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya. Alwisol(2006:16).
Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:63) id merupakan sistem kepribadian yang asli; id merupakan rahim tempat ego dan super ego berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir termasuk insting-insting. Id merupakan reservior energi psikis yang menyediakan seluruh daya untuk menjalankan kedua sistem yang lain. Id berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah dari mana id mendapatkan energinya.
2)Ego adalah struktur kepribadian menurut Freud yang berurusan dengan tuntutan realitas. Ego disebut “badan pelaksana” (executive branch) kepribadian, karena ego membuat keputusan rasional. Id dan ego memiliki moralitas. Id dan ego tidak memperhitungkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Jhon W. Santrock dalam Achmad Chusairi (1995:36).
Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan obyektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat dihilangkan. Ini berarti orang harus belajar membedakan antara gambaran ingatan tentang makanan dan persepsi aktual terhadap makanan seperti yang ada di dunia luar.
Setelah melakukan pembedaan yang sangat penting ini. Maka perlu mengubah gambaran kedalam persepsi, yang terlaksana dengan menghindarkan gambaran ingatan tentang makanan dengan penglihatan atau penciuman terhadap makanan yang dialaminya melalui pancaindra. Ego dikatakan mengikuti prinsip kenyataan. Dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:64)
3) Super ego adalah struktur kepribadian Freud yang merupakan badan moral kepribadian dan benar-benar memperhitungkan apakah sesuatu benar atau salah. Super ego dapat dikatakan sebagai “hati nurani”. Jhon W. Santrock dalam Achmad Chusairi (1995:37).
Menurut Alwisol (2006:18) super ego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakia prinsip idealistik sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik ego. Sedangkan menurut Koswara (1991:34) super ego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik buruk). Super ego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru.
•Keperibadian yang normal (sehat).
1) Kepribadian yang sehat menurut Freud adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2) Hasil dari belajar dalam mengatasi tekanan dan kecemasan.
3) Kesehatan mental yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego. Prayitno (1998:42)
•Keperibadian yang menyimpang (TLSS).
1) Dinamika yang tidak efektif antar super ego
2) Proses belajar yang tidak benar pada masa kanak-kanak
3.Tujuan Konseling
Tujuan terapi/konseling menurut Alwisol (2006:42) bukan semata-mata untuk menghilangkan sindrom yang tidak dikehendaki, tetapi terutama bertujuan memperkuat ego sehingga mempu mengontrol impuls insting, dan memperbesar kapasitas individu untuk mencintai dan berkarya. Klien belajar bagaimana mensublimasikan impuls agresi dan impuls seksual, belajar bagaimana mengarahkan keinginan dan bukan malah diarahkan oleh keinginan.
Prayitno (1998:44) mengemukakan tujuan konseling adalah
1) Membawa ke kesadaran dorongan-dorongan yang ditekan ketidaksadaran yang mengakibatkan kecemasan.
2) Memberi kesempatan kepada klien menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.
4.Proses dan Teknik Konseling
Teknik yang dapat dipakai dalam mengatasi masalah klien menurut Alwisol (2006:42) adalah terutama asosiasi bebas, analisis mimpi, interpretasi, analisis resisten, tranferensi, dan pengulangan.
5.Kharakteristik konselor
(a) Empaty, yaitu merespon dengan cara lain tetapi mempunyai arti yang sama dengan yang dikemukakan oleh klien.
(b) Respek, yaitu komunikasi hormat tanpa syarat.
(c) Tulus-ikhlas, yaitu cara konselor mengemukakan persepsinya secara jujur.
(d) Konkrit, yaitu mengurusi pengalaman-pengalaman yang spesifik. Carkhuff dalam Soli Abimayu (1992:100)
6.Contohnya
Klien, semasa kanak-kanak sering dipukul/menerima penyiksaanfisik dengan ikat pinggang kulit warna hitam oleh orang tuanya. Sehingga, sampai dewasa muncul kecemasan dalam diri klien. Ketika melihat ikat pinggang kulit warna hitam, klien langsung lari ketakutan.

Konseling Psikologi Individual

Konseling Psikologi Individual (Alfred Adler)
• Hakekat Manusia
Adler berpendapat bahwa manusia pertama-tama dimotivasikan oleh dorongan-dorongan sosial. Menurut Adler manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial. mereka menghubungkan dirinya dengan orang lain, ikut dalam kegiatan-kegiatan kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial diatas kepentingan diri sendiri dan mengembangkan gaya hidup yang mengutamakan orientasi sosial. Calvin S. Hall dan Gardner dalam A. Supratiknya (1993:241)
Manusia tidak semata-mata bertujuan untuk memuaskan dorongan-dorongannya, tetapi secara jelas juga termotivasi untuk melaksanakan:
a. Tanggung jawab sosial
b. Pemenuhan kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
• Perkembangan Kepribadian
•Struktur kepribadian
1)Dasar kepribadian terbentuk pada usia empat sampai dengan lima tahun.
2)Pada awalnya manusia dilahirkan Feeling Of Inferiority (FOI) yang selanjutnya menjadi dorongan bagi perjuangannya kearah Feeling Of Superiority (FOS).
3)Anak-anak menghadapi lingkungannya dengan kemampuan dasarnya dan menginterpretasikan lingkungan itu.
4)Dalam pada itu sosial interest-nya pun berkembang
5)Selanjutnya terbentuk Life Style (LS) yang unik untuk masing-masing individu (human individuality) yang bersifat :
(a)Self-deterministik.
(b)Teleologis.
(c)Holistik.
6)Sekali terbentuk Life Style (LS) sukar untuk berubah. Perubahan akan membawa kepedihan. Prayitno (1998:51).
•Kepribadian yang normal (sehat).
Freud memandang komponen kehidupan yang normal/sehat adalah kemampuan “mencintai dan berkarya”, namum bagi Adler masalah hidup selalu bersifat sosial. Fungsi hidup sehat bukan hanya mencintai dan berkarya, tetapi juga merasakan kebersamaan dengan orang lain dan memperdulikan kesejahteraan mereka. Motivasi dimotivasi oleh dorongan sosial, bukan dorongan seksual. Cara orang memuaskan kebutuhan seksual ditentukan dengan oleh gaya hidupnya.
Dorongan sosial adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, meskipun kekhususan hubungan dengan orang dan pranata sosial ditentukan oleh pengalaman bergaul dengan masyarakat. Rincian pokok teori Adler mengenai kepribadian yang norma/sehat adalah sebagai berikut:
1)Satu-satunya kekuatan dinamik yang melatarbelakangi aktivitas manusia adalah perjuangan untuk sukses atau menjadi superior.
2)Persepsi subjektif individu membentuk tingkah laku dan kepribadian
3)Semua fenomena psikologis disatukan didalam diri individu dalam bentuk self.
4)Manfaat dari aktivitas manusiaharus dilihat dari sudut pandang interes sosial
5)Semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup dari self.
6)Gaya hidup dikembangkan melalui kreatif individu. Alwisol (2006:78)
•Kepribadian yang menyimpang (TLSS)
Sebab utama TLSS adalah perasaan FOI yang amat sangat yang ditimbulkan oleh:
1)Cacat mental atau fisik
2)Penganiayaan oleh orang tua
3)Penelantaran.
Apabila ketiga hal diatas dibesar-besarkan maka FOI akan semakin berkembang. TLSS adalah hasil dari pengaruh lingkungan, yang pada umumnya berawal dari tingkah laku orang tua sewaktu masih kanak-kanak. Apabila pada diri individu berkembang situasi tegang karena memuncaknya perasaan FOI, maka TLSS mulai berkembang:
2)Upaya mengejar superioritas yang berlebihan.
(a)terlalu keras, hingga menjadi kaku (rigid).
(b)Perfeksionistik tidak wajar.
3)Sosial interes terganggu.
(a)Hubungan sosial tidak mengenakkan.
(b)Mengisolasi diri (selfish). Prayitno (1998:52).
• Tujuan Konseling
Tujuan konseling adalah membantu klien menstrukturkan kembali masalahnya dan menyadari life style (LS) serta mengurangi penilaian yang bersifat negatif terhadap dirinya serta perasaan-perasaan inferioritasnya. Kemudian membantu dan dalam mengoreksi persepsinya terhadap lingkungan, agar klien bisa mengarahkan tingkah laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya. Hal ini dilakukan bertujuan membentuk gaya hidupnya yang lebih efektif. Prayitno (1998:52).
• Proses dan Teknik Konseling
Proses konseling diarahkan oleh konselor untuk mendapatkan informasi-informasi berkaitan dengan masa sekarang dan masa lalu sejak klien berusia kanak-kanak. Mulai dari mengingat komponen-komponen dalam keluarga, keanehan-keanehan prilaku yang terjadi didalam keluarga, sampai hal yang spesifik. Hal ini sangat membantu konselor dalam menghimpun informasi serta menggali feeling of inferiority (FOI) klien..Teknik yang digunakan oleh konselor adalah membangun hubungan yang baik dengan klien. Prayitno (1998:52)
• Kharakteristik konselor
(a)Untuk itu diperlukan keterampilan berkomunikasi dengan baik
(b)3 M dan Objektif
• Contohnya
Klien yang mengalami kekurangan/kelebihan salah satu organ tubuh. Misalnya; jari tangan kanan berjumlah tujuh. Hal ini mengakibatkan klien merasa rendah diri, dan merasa dirinya aneh jika dibandingkan dengan teman-teman dilingkungannya.

Bimbingan Karier

Layanan Bimbingan Karier

Dahulu kita menganal istilah Bimbingan vakasional/jabatan yaitu pelayanan yang penekanannya berpusat pada pemberian informasi kepada konseli (klien). Hal yag diutamakan dalam pelayanan ini adalah penyeberluasan informasi jabatan dan pasar kerja. Istilah bimbingan karir mengandung konsep yang lebih luas. Bila bimbingan jabatan menekankan pada keputusan yang sangat menentukan pekerjaan tertentu, bimbingan karir menitikberatkan kepada perencanaan kehidpan seseorang dengan mempertimbangkan keadaan diri dan lingkungannya agar individu memperoleh peranan ositif yang layak dilaksanakan dalam masyarakat.
Bimbingan karir ialah bimbingan dalam memperiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan/ prodesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku jabatan itu, dan menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan darii lapangan yang telah dimasukinya (Winkel, 1991). Bimbingan karir juga merupakan suatu proses membentuk seseorang untuk mengeti dan menerima gambaran tentang diri pribadinya dan gambaran tentang dunia kerja itu untuk akhirnya dapat memilih bidang pekerjaan, memasukinya da membina karir dalam bidang tersebut. Apabila informasi tentang karir dan profesi sudah dipahami sejak dini, maka siswa akan memiliki kenyakinan dalam memilih program studi dan Perguruan Tinggi sehingga tidak lagi terjadi kebingungan atau salah memilih jurusan karena bekal dan referensi yang cukup sudah didapat sejak dini.
Bimbingan karir merupakan salah satu jenis bidang bimbingan dalam Bimbingan dan Konseling. Para siswa memperoleh informasi mengenai karir dari Guru Pembimbing melalui layanan Bimbingan Karir. Secara umum tujuan bimbingan karir di sekolah adalah untuk membantu siswa memiliki keterampilan dalam mengambil keputusan mengenai karir dimasa depan.
Peran bimbingan dan konseling karir sebagai pengintegrasi berbagai kemampuan dan kemahiran intelektual dan keterampilan khusus hingga sampai pada kematangan karir secara spesifik terumus dalam tujuan bimbingan karir sebagai berikut: a) peserta didik dapat mengenal (mendeskripsikan) karakteristik diri (minat, nilai, kemampuan, dan ciri-ciri kepribadian) yang darinya peserta didik dapat mengidentifikasi bidang studi dan karir yang sesuai dengan dirinya, b) peserta didik memperoleh pemahaman terntang berbagai hal terkait dengan dunia (karir-studi) yang akan dimasukinya seperti tingkat keuasan karir yang ditawarkan, deskripsi tugas dalam berbagai bidang pekerjaan, pengeruh perkembangan teknologi terhadap bidang kerja tertentu, kontribusi yang dapat diberikan dalam bidang pekerjaan tertentu pada masyarakat, dan tuntutan kemampuan kerja dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu di masa depan, c). Peserta didik mampu mengidentifikasi berbagai bidang pendidikan yag tersedia yang relevan dengan berbagai bidang pekerjaan. Dengan demikian peserta didik memperoleh dan dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan (skill) yang dituntut oleh peran-peran kerja tertentu, d) peserta didik mampu mengambil keputusan karir bagi dirinya sendiri, merencanakan langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan perencanaan karir yang realistik bagi dirinya. Perencanaan karir yang realistik akan meminimalkan faktor dan dampak negatif dan memaksimalkan faktor dan dampak positif dari proses pemilihan karir, e) mampu menyesuaikan diri dalam mengimplementasikan pilihannya dan berfungsi optimal dalam karir (studi dan kerja), Carney, 1987 dan Reihant, 1979 (dalam Fajar Santoadi, 2007). Bimbingan Karir di sekolah diarahkan untuk membantu siswa dalam perencanaan dan pengarahan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan yang membentuk pola karir tertentu dan pola hidup yang ikan memberikan kepuasan bagi dirinya dan lingkungannya. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan mengenai Bimbingan Karir, terdapat beberapa persamaan. Persamaan tersebut antara lain: 1) bantuan layanan, 2) individu, siswa, remaja, 3) masalah karir, pekerjaan, penyesuaian diri, persiapan diri, pengenalan diri, pemahaman diri, dan pengenalan dunia kerja, perencanaan masa depan, bentuk kehidupan yang diambil oleh individu yang bersangkutan.
Layanan Bimbingan Karir di SMA dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu secara individual dan secara kelompok. Layanan individual dapat diberikan di dalam ruang bimbingan/ ruang konseling melalui layanan konseling karir individu. Konseling karir dapat dimanfaatkan oleh setiap siswa yang secara khusus mengalami hambatan dalam hal perencanaan dan pemilihan karir. Konseling karir individual, lebih pada pertemuan profesional daripada pertemuan yang bersifat rekreatif. Dalam proses konseling tanggung jawab keputusan akhir tetap berada pada siswa/ klien (Gani, 1987). Sementara itu layanan bimbingan karir dengan format kelompok dapat dilakukan di dalam kelas dan diluar kelas. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kelas antara lain: mendatangkan nara sumber, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, sosiodrama, atau kegiatan yang melibatkan peran serta banyak kelas seperti hari karir. Guru pembimbing dapat menggunakan buku paket yang telah ada pada saat memberikan materi mengenai karir atau menggali lebih dalam dari sumber-sumber lain sehingga wawasan siswa mengenai karir semakin luas. Kegiatan yang dilakukan diluar sekolah misalnya dengan mengadakan karya wisata atau mengunjungi Perguruan Tinggi yang ada. Dengan pemberian informasi, diskusi kelompok, seminar, talk show, tes bakat dan minat, mendatangkan narasumber yang berhasil dibidangnya dan melalui media cetak seperti poster, phamphlet, brosur, siswa diarahkan untuk memiliki pengetahuan yang memadai sebagai sebuah proses berfikir yang komprehensif. Setelah informasi terserap dengan baik diharapkan siswa memiliki sikap dan pemahaman diri yang baik sehingga mampu membuat perencanaan karir yang terarah. Perencanaan karir yang terarah dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau dengan bantuan guru pembimbing melalui konsleing individual. Sikap positif siswa akan terbentuk melalui kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif sebagai contoh guru pembimbing dapat melakukan bimbingan kelompok, konsleing kelompok, kunjungan ke Perguruan Tinggi, dll. Siswa dengan konsep pemikiran dan sikap yang positif memiliki keterampilan dalam membuat perencanaan karir dan keputusan karir yang tepat untuk dirinya.

Arti Logo Koseling



Makna Logo Konseling


LOGO KONSELING

LOGO KONSELING Logo Konseling Black

MAKNA LOGO KONSELING

* Gambaran (visualisasi abstrak) tentang kegiatan konseling (sebagai upaya pendidikan) yang melibatkan pelayanan konselor terhadap klien dengan potensi dan arah KES/KES-T nya dalam kondisi lingkungan untuk tujuan kemanusiaan seutuhnya.

A. Makna Tiap Komponen

1. Lingkaran Besar

* Makro-kosmos
* Manusia seutuhnya
* Pendidikan

2. Lingkaran Kecil

* Mikro-kosmos
* Individu yang sedang berkembang
* Konseling

3. Garis Vertikal

* Tujuan normatif, kemanusiaan seutuhnya, HMM
* Kemandirian
* Layanan terhadap klien secara konsisten dan intensif

4. Garis Mendatar

* Dasar pemberian layanan: kompetensi diri dan arah KES/KES-T klien
* Kondisi lingkungan budaya, nilai dan moral

5. Lingkaan Kecil dan Garis Vertikal

* Gambaran logo psikologi

Pentingnya Konselor

Konselor Pendidikan
Konselor pendidikan adalah konselor yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Konselor pendidikan merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
Konselor pendidikan semula disebut sebagai Guru Bimbingan Penyuluhan (Guru BP). Seiring dengan perubahan istilah penyuluhan menjadi konseling, namanya berubah menjadi Guru Bimbingan Konseling (Guru BK). Untuk menyesuaikan kedudukannya dengan guru lain, kemudian disebut pula sebagai Guru Pembimbing.
Setelah terbentuknya organisasi profesi yang mewadahi para konselor, yaitu Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN), maka profesi ini sekarang dipanggil Konselor Pendidikan dan menjadi bagian dari asosiasi tersebut.
Latar Belakang Diperlukannya Konselor Pendidikan
• Kehidupan Demokrasi: Guru tidak lagi menjadi pusat dan siswa tidak hanya menjadi peserta pasif dalam kegiatan pendidikan. Guru hanya membantu siswa untuk dapat mengambil keputusannya sendiri.
• Perbedaan Individual: Pembelajaran yang umumnya dilakukan secara klasikal kurang memperhatikan perbedaan siswa dalam kemampuan dan cara belajarnya sehingga beberapa siswa mungkin akan mengalami kesulitan.
• Perkembangan Norma Hidup: Masyarakat berubah secara dinamis. Demikian pula dengan berbagai norma hidup yang ada di dalamnya. Setiap orang harus bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut.
• Masa Perkembangan: Seorang individu mengalami perkembangan dalam berbagai aspek dalam dirinya dan perubahan tuntutan lingkungan terhadap dirinya. Diperlukan penyesuaian diri untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut.
• Perkembangan Industri: Seiring dengan perkembangan teknologi yang cepat, industri juga berkembang dengan pesat. Untuk memiliki karir yang baik, siswa harus bisa mengantisipasi keadaan tersebut.
Bidang Layanan
Bidang layanan konselor pendidikan di sekolah adalah
• Bimbingan pribadi-sosial: untuk mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggungjawab.
• Bimbingan karir: untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan.
• Bimbingan belajar: untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
Jenis Layanan
Layanan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah meliputi:
• Layanan orientasi: memperkenalkan seseorang pada lingkungan yang baru dimasukinya, misalnya memperkenalkan siswa baru pada sekolah yang baru dimasukinya.
• Layanan informasi: bersama dengan layanan orientasi memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki. Informasi yang dapat diberikan di sekolah di anataranya: informasi pendidikan, informasi jabatan, dan informasi sosial budaya.
• Layanan bimbingan penempatan dan penyaluran: membantu menempatkan individu dalam lingkungan yang sesuai untuk perkembangan potensi-potensinya. Termasuk di dalamnya: penempatan ke dalam kelompok belajar, pemilihan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti, penyaluran ke jurusan/program studi, penyaluran untuk studi lanjut atau untuk bekerja.
• Layanan bimbingan belajar: membantu siswa untuk mengatasi masalah belajarnya dan untuk bisa belajar dengan lebih efektif.
• Layanan konseling individual: konseling yang diberikan secara perorangan.
• Layanan bimbingan dan konseling kelompok: konseling yang dilaksanakan pada sekelompok orang yang mempunyai permasalahan yang serupa.
Fungsi Layanan
• Pemahaman: dipahaminya diri klien, masalah klien, dan lingkungan klien baik oleh klien itu sendiri, konselor, maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan.
• Pencegahan: mengupayakan tersingkirnya berbagai hal yang secara potensial dapat menghambat atau mengganggu perkembangan kahidupan individu.
• Perbaikan: membebaskan klien dari berbagai masalah yang dihadapinya.
• Pemeliharaan dan Pengembangan: memelihara segala sesuatu yang baik pada diri individu atau kalau mungkin mengembangkannya agar lebih baik.
Dasar Hukum
Berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/p/1993 dan No. 25/1993, penghargaan jam kerja konselor ditetapkan 36 jam per minggu dengan beban tugas meliputi penyusunan program (dihargai 12 jam), pelaksanaan layanan (18 jam) dan evaluasi (6 jam). Konselor yang membimbing 150 orang siswa dihargai 24 jam, selebihnya dihargai sebagai bonus kelebihan jam dengan ketentuan tersendiri.

Selasa, 19 Mei 2009

Hakikat dan Urgensi BK

Hakikat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

bimbingan dan konseling

Fungsi, Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling

Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
1. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
3. Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
4. Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
5. Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6. Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
7. Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9. Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
10. Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1. Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2. Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5. Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.

STUDI KASUS

STUDI KASUS
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis.
Pendapat lain menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu strategi riset, penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan nyata. Strategi ini dapat menyertakan bukti kuatitatif yang bersandar pada berbagai sumber dan perkembangan sebelumnya dari proposisi teoretis. Studi kasus dapat menggunakan bukti baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dengan subjek tunggal memberikan kerangka kerja statistik untuk membuat inferensi dari data studi kasus kuantitatif
Metode Studi Kasus (Case Study) dalam Penelitian
Salah satu jenis penelitian kualitatif deskriptif adalah berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus (Case Study). Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain data dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber (Nawawi, 2003). Sebagai sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Lebih lanjut Arikunto (1986) mengemukakan bahwa metode studi kasus sebagai salah satu jenis pendekatan deskriptif, adalah penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit.
Penelitian case study atau penelitian lapangan (field study) dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (given). Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Penelitian case study merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil penelitian tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial tertentu. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2002 ).
Penelitian studi kasus akan kurang kedalamannya bilamana hanya dipusatkan pada fase tertentu saja atau salah satu aspek tertentu sebelum memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya studi kasus akan kehilangan artinya kalau hanya ditujukan sekedar untuk memperoleh gambaran umum namun tanpa menemukan sesuatu atau beberapa aspek khusus yang perlu dipelajari secara intensif dan mendalam. Disamping itu, studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Dengan kata lain, data dalam studi kasus dapat diperoleh dari berbagai sumber namun terbatas dalam kasus yang akan diteliti tersebut (Nawawi, 2003 ).
Pengertian yang lain, studi kasus bisa berarti metode atau strategi dalam penelitian, bisa juga berarti hasil dari suatu penelitian sebuah kasus tertentu.Dalam konteks tulisan ini, penulis lebih memfokuskan pada pengertian yang pertama yaitu sebagai metode penelitian. Studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi pihak luar. Pada intinya studi ini berusaha untuk menyoroti suatu keputusan atau seperangkat keputusan, mengapa keputusan itu diambil, bagaimana diterapkan dan apakah hasilnya. (Salim, 2001).
Secara ringkasnya yang membedakan metode studi kasus dengan metode penelitian kualitatif lainnya adalah kedalaman analisisnya pada kasus yang lebih spesifik (baik kejadian maupun fenomena tertentu). Biasanya pendekatan triangulasi juga digunakan untuk menguji keabsahan data dan menemukan kebenaran objektif sesungguhnya. Metode ini sangat tepat untuk menganalisis kejadian tertentu disuatu tempat tertentu dan waktu yang tertentu pula.
Studi Kasus dalam Bimbingan dan Konseling

DESKRIPSI KASUS
Lia (bukan nama sebenarnya) adalah siswa kelas I SMU Favorit Salatiga yang barusan naik kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara sosial ekonomi di desa pedalaman + 17 km di luar kota Salatiga, sebagai anak pertama semula orang tuanya berkeberatan setamat SLTP anaknya melanjutkan ke SMU di Salatiga; orang tua sebetulnya berharap agar anaknya tidak perlu susah-sudah melanjutkan sekolah ke kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya saat pengambilan STTB dengan berat merelakan anaknya melanjutkan sekolah. Pertimbangan wali kelasnya karena Lia terbilang cerdas diantara teman-teman yang lain sehingga wajar jika bisa diterima di SMU favorit. Sejak diterima di SMU favorit di satu fihak Lia bangga sebagai anak desa toh bisa diterima, tetapi di lain fihak mulai minder dengan teman-temannya yang sebagian besar dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan latar belakang Lia. Ia menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut sebagai orang yang egois, kurang bersahabat, pilih-pilih teman yang sama-sama dari keluarga kaya saja, dan sombong. Makin lama perasaan ditolak, terisolik, dan kesepian makin mencekam dan mulai timbul sikap dan anggapan sekolahnya itu bukan untuk dirinya tidak krasan, tetapi mau keluar malu dengan orang tua dan temannya sekampung; terus bertahan, susah tak ada/punya teman yang peduli. Dasar saya anak desa, anak miskin (dibanding teman-temannya di kota) hujatnya pada diri sendiri. Akhirnya benar-benar menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan takut bergaul sebagaimana mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga beban pikiran dan perasaan makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas atau tidak.
MEMAHAMI LIA DALAM PERSPEKTIF RASIONAL EMOTIF
Menurut pandangan rasional emotif, manusia memiliki kemampuan inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar biasa kuatnya berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang terbaik bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia apabila tidak segera memperoleh apa yang diinginkannya. Akibatnya berpikir kekanak-kanakan (sebagai hal yang manunusiawi) seluruh kehidupannya, akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan memelihara tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk melebih-lebihkan pentingnya penerimaan orang lain yang justru menyebabkan emosinya tidak sewajarnya seringkali menyalahkan dirinya sendiri dengan cara-cara pembawaannya itu dan cara-cara merusak diri yang diperolehnya. Berpikir dan merasa itu sangat dekat dan dengan satu sama lainnya : pikiran dapat menjadi perasaan dan sebaliknya; Apa yang dipikirkan dan atau apa yang dirasakan atas sesuatu kejadian diwujudkan dalam tindakan/perilaku rasional atau irasional. Bagaimana tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan dorongan-doronan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri sekalipun irasional.
Ciri-ciri irasional seseorang tak dapat dibuktikan kebenarannya, memainkan peranan Tuhan apa saja yang dimui harus terjadi, mengontrol dunia, dan jika tidak dapat melakukannya dianggap goblok dan tak berguna; menumbuhkan perasaan tidak nyaman (seperti kecemasan) yang sebenarnya tak perlu, tak terlalu jelek/memalukan namun dibiarkan terus berlangsung, dan menghalangi seseorang kembai ke kejadian awal dan mengubahnya. Bahkan akhirnya menimbulkan perasaan tak berdaya pada diri yang bersangkutan. Bentuk-bentuk pikiran/perasaan irasional tersebut misalnya : semua orang dilingkungan saya harus menyenangi saya, kalau ada yang tidak senang terhadap saya itu berarti malapetaka bagi saya. Itu berarti salah saya, karena saya tak berharga, tak seperti orang/teman-teman lainnya. Saya pantas menderita karena semuanya itu.
Sehubungan dengan kasus, Lia sebetulnya terlahir dengan potensi unggul, ia menjadi bermasalah karena perilakunya dikendalikan oleh pikiran/perasaan irasional; ia telah menempatkan harga diri pada konsep/kepercayaan yang salah yaitu jika kaya, semua teman memperhatikan / mendukung, peduli, dan lain-lain dan itu semua tidak ada/didapatkan sejak di SMU, sampai pada akhirnya menyalahkan dirinya sendiri dengan hujatan dan penderitaaan serta mengisolir dirinya sendiri. Ia telah berhasil membangun konsep dirinya secara tidak realistis berdasarkan anggapan yang salah terhadap (dan dari) teman-teman lingkungannya. Ia menjadi minder, pemalu, penakut dan akhirnya ragu-ragu keberhasilan/prestasinya kelak yang sebetulnya tidak perlu terjadi.
TUJUAN DAN TEKNIK KONSELING
Jika pemikiran Lia yang tidak logis / realistis (tentang konsep dirinya dan pandangannya terhadap teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya. Dengan demikian tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional Lia yang melatar-belakangi ketakutan / kecematannya yaitu konsep dirinya yang salah beserta sikapnya terhadap teman lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa otoritatif : memanggil Lia, mengajak berdiskusi dan konfrontasi langsung untuk mendorongnya beranjak dari pola pikir irasional ke rasional / logis dan realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian nasehat secara tepat, terapi dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk PR serta bibliografi terapi.
Konseling kognitif : untuk menunjukkan bahwa Lia harus membongkar pola pikir irasional tentang konsep harga diri yang salah, sikap terhadap sesama teman yang salah jika ingin lebih bahagia dan sukses. Konselor lebih bergaya mengajar : memberi nasehat, konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-irasoonal, sugesti dan asertive training dengan simulasi diri menerapkan konsep diri yang benar dan sikap/ketergantungan pada orang lain yang benar/rasional dilanjutkan sebagai PR melatih, mengobservasi dan evaluasi diri. Contoh : mulai dari seseorang berharga bukan dari kekayaan atau jumlah dan status teman yang mendukung, tetapi pada kasih Allah dan perwujudanNya. Allah mengasihi saya, karena saya berharga dihadiratNya. Terhadap diri saya sendiri suatu saat saya senang, puas dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh, bahkan adakalanya saya benci, memaki-maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan realistis jika sejumlah 40 orang teman satu kelas misalnya ada + 40% yang baik, 50% netral, hanya 10% saja yang membeci saya. Adalah tidak mungkin menuntut semua / setiap orang setiap saat baik pada saya, dan seterusnya. Ide-ide ini diajarkan, dan dilatihkan dengan pendekatan ilmiah.
Konseling emotif-evolatif untuk mengubah sistem nilai Lia dengan menggunakan teknik penyadaran antara yang benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain peran, dan pelepasan beban agar Lia melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak rasional dan menggantinya dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik kognitif di atas. Konseling behavioritas digunakan untuk mengubah perilaku yang negatif dengan merobah akar-akar keyakinan Lia yang irasional/tak logis kontrak reinforcemen, sosial modeling dan relaksasi/meditasi.
PENUTUP
Teori ini dalam menolong menggunakan pendekatan direct menggunakan nasehat yang ditandai oleh menyerang masalah dengan intektual dan meyakinkan (koselor). Tekniknya jelas, teliti, makin melihat/menyadari pikiran dan kata-kata yang terus menerus ditujukan kepada diri sendiri, yang membawa kehancuran kepada diri sendiri. Cara konselor ialah dengan pendekatan yang tegas, memintakan perhatian kepada pikiran-pikiran yang menjadi sebab gangguan itu dan bagaimana pikiran dan kalimat itu beroperasi hingga membawa akibat yang merugikan. Konselor selanjutnya menolong dia untuk memikir kembali, menantang, mendebat, menyebutkan kembali kalimat-kalimat yang merugikan itu, dan dengan cara demikian ia membawa klien ke kesadaran dan tilikan baru. Tetapi tilikan dan kesadaran tidak cukup. Ia harus dilatih untuk berpikir dan berkata kepada diri sendiri hal-hal yang lebih positive dan realistik. Terapis mengajar klien untuk berpikir betul dan bertindak efektif. Teknik yang dipakai bersifat eklektif dengan pertimbangan :
1. Ekonomis dari segi waktu baik bagi konselor maupun konseli.
2. Efektifitas teknis-teknis yang dipakai cocok untuk bermacam ragam konseli.
3. Kesegaran hasil yang dicapai.
4. Kedalaman dan tanah lama serta dapat dipakai konseli untuk mengkonseling dirinya sendiri kalah.
Kesimpulannya, penstrukturan kembali filosofis untuk merubah kepribadian yang salah berfungsi menyangkut langkah-langkah sebagai berikut : (1) mengakui sepenuhnya bahwa kita sebagian besar bertanggungjawab penciptaan masalah-masalah kita sendiri; (2) menerima pengertian bahwa kita mempunyai kemampuan untuk merubah gangguan-gangguan secara berarti; (3) menyadari bahwa problem-problem dan emosi kita berasal dari kepercayaan-kepercayaan tidak rasional ; (4) mempersepsi dengan jelas kepercayaan-kepercayaan ini; (5) menerima kenyataan bahwa, jika kita mengharap untuk berubah, kita lebih baik harus menangani cara-cara tingkah laku dan emosi untuk tindak balasan kepada kepercayaan-kepercayaan kita dan perasaan-perasan yang salah fungsi dan tindakan-tindakan yang mengikuti; dan (6) mempraktekkan metode-metode RET untuk menghilangkan atau merubah konsekuensi-konsekuensi yang terganggu pada sisa waktu hidup kita ini.